Langsung ke konten utama

PAGE 62 SEPUCUK ANGPAU MERAH UNTUK MEMAHAMI GAYA PENULISAN

Jarum jam tanganku menunjukkan pukul 18.20 ketika saya berdiri di parkiran BULOG sore ini. Sambil menatap langit, otakku menyusun rencana mau pergi ke Gramedia di Balikpapan Plaza. Kenapa memikirkan rencana ke Gramedia, karena mengikuti titah petuah nasihat pelajaran menulis dari tokoh besar penulis, Tere Liye, Phutut EA, Brili Agung, Habiburrahman El Shirazy dan Sofie Beatrix yang kesemuanya hampir memberikan tips yang sama, belajar menjadi penulis yaitu Latihan… Latihan… dan Latihan…

Bagaimana cara menggunakan kata yang tepat dalam tulisan, menyusun kalimat, membuat latar cerita, menghidupkan tokoh? Cara penggunaan kata, latar cerita, karakter dan menghidupkan tokoh yang tepat  dapat dipahami setelah beratus kali menulis.  

Tere Liye dan Phutut EA menyarankan untuk penulis pemula bacalah tulisan para tokoh penulis yang sudah mumpuni, tirulah gaya menulis mereka hingga gaya menulisnya ada di diri kita. Gaya menulis para tokoh ini yang memancing dan membuat gaya kepenulisan khusus dan unik kita muncul. Saya yakin bahwa menulis itu seperti suara, sidik jari dan retina mata.  Gaya kepenulisan dan bahasa kepenulisan setiap orang itu tersendiri, unik dan antik.

Membaca buku Write Preneurnya Bunda Sofie Beatrix, Buku Latihan Menulisnya Phutut EA, Kelas menulisnya Tere Liye bahwa kesemuanya tetap memberikan rahasia penting menulis yang sama yaitu Latihan Latihan Latihan. Seperti para pemain bola dunia yang jadi idola karena permainannya yang mempesona. Para pemain idola tersebut sudah ribuah kali menendang bola, hingga ketika bertanding di ajang bola dunia, tendangan mereka begitu indah dan tepat sasaran karena telah dilatih ribuan kali.

Menerima rahasia menulis dari Tere Liye dan Phutut EA bahwa tirulah gaya kepenulisan tokoh para penulis senior, saya pun berangkat ke Gramedia untuk membeli sebuah Novel yang bisa dipelajari cara penggunaan kata, seting latar cerita, penggambaran tokoh dan penempatan tokoh. Pilihan novel saya melesat pada sebuah buku berjudul Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah buah karya Tere Liye. Mengapa buku ini yang dipilih, karena di sini menunjukkan bagaimana membangun latar cerita di kota Pontianak Kalimantan Barat. Saya belum pernah ke Pontianak. Dan saya ingin tau dan mempelajari bagaimana Tere Liye menghidupkan, menggunakan kata untuk memunculkan latar tempat Pontianak di mata para Pembaca.

Di atas tempat duduk sepeda motor laki warna biru, saya  waspada memperhatikan laju pengendara jalan menuju Balikpapan Plaza, sayup-sayup terdengar suara tahrim di pengeras suara masjid yang menunjukkan bahwa waktu shalat magrib sudah hampir tiba. Saya pun merencanakan dan mencari dimana tempat masjid untuk melaksanakan shalat magrib. Di Balikpapan Plaza ada masjidnya di sana saja tempat untuk mengerjakan shalat magrib ucap pikiran saya memberitahukan kepada saya. Yes saya pun mengiyakan ide otak itu.

Sampai di parkiran sepeda motor Balikpapan Plaza saya naik satu lantai, menoleh ke kanan ke kiri untuk mencari dimana letak masjid. Yang terlihat dan terdengar hanya suara azan dari pengeras suara di atap parkiran tidak aterlihat bangunan masjidnya. Saya pun masuk dan bertanya pada petugas yang berjaga disitu di samping pintu. Bang dimana musholanya? Naik satu lantai lagi di situ musholanya. Baik, terimakasih Bang. Saya langsung menuju anak tangga dan naik 1 lantai, ketemulah Masjid Al Hikmah di area parkir.

Setelah shalat magrib selesai, saya segera bergegas ke Gramaedia. Sambil melihat aplikasi My Value mencari diskon buku, Yes ada 20% diskon untuk novel terbitan Gramedia. Saya pilih dan menunjukkan voucher diskon tersebut ke kasir, berhasil. Dapat potongan harga. Sesaat kemudian Buku Aku Kamu dan Sepucuk Angpau Merah berpindah menjadi Investasi menulisku.

Keluar dari pintu Gramedia menuju jalan pulang, ketika melihat ke dinding kaca ternyata di luar sedang hujan deras. Saya pun mengurungkan niat untuk pulang, bukan karena hujannya hanya saja saya takut basah baju dan basah buku. Baru sekitar pukul 20.50 an hujan agak reda tinggal tersisa rintik-rintik kecil. saya memacu sepeda motor menuju pulang ke arah rumah. Selain karena malam semakin larut, perut pun berkerut berteriak karena meminta untuk diisi sesuap nasi.

Karena saya pernah belajar Bacakilat, maka sistem bacakilat saya terapkan sepersekian untuk mempelajari novel. Membaca sampul depan, sampul belakang. Melihat berapa banyak halamannya, oh sekitar 500 halaman. Membaca daftar isi satu persatu. Dan membuat kesimpulan atau gambaran besar isi buku. Apakah gambaran besar buku novel ini? Novel ini menceritakan tentang rasa dan cerita jatuh cinta. Apa yang ingin kamu ambil dari buku novel ini? Saya ingin memahami bagaimana gaya kepenulisn Tere Liye, memahami bagaimana cara menggambarkan latar tempat cerita menghidupkan karakter tokoh dan menggunakan kata sesuai. Apa dampak dan manfaat yang saya harapkan terjadi di kehidupan saya dari membaca novel ini? Setelah saya faham gaya kepenulisan Tere Liye, cara menggambarkan latar cerita, menghidupkan tokoh dan karakter, saya ingin menerapkannya pada tulisan supaya tulisan saya menjadi semakin kuat, hidup dan kokoh serta indah menyenangkan hati ketika dibaca.

Seperti Tere Liye, seorang lulusan akuntansi dan bekerja sebagai akuntan, bukan memiliki latar belakang Pendidikan Sarjana Sastra atau Sarjanan Bahasa beliau bisa menjadi penulis yang sangat produktif dan masuk menjadi posisi 5% penulis di Indonesia yang dapat hidup dengan karya kepenulisannya. Saya baru tahu, dari hasil survey Phutut EA bahwa hanya sekitar 5% penulis di Indonesia yang benar-benar bisa hidup hanya dari hasil karya tulisnya. Selebihnya (sekitar 95%) penulis lainnya memiliki pekerjaan sampingan untuk jalur rizkinya.

Hasil survey ini menurunkan semangat saya untuk menulis karena kecilnya persentase penulis yang benar-benar bisa hidup dengan murni hasil tulisan. Beberapa detik sesudahnya, hasil survey ini menjadi batu asah dan lembaran amplas yang mengikis niat untuk semata-mata menulis untuk tujuan uang dan dikenal. Dan menjadi menguatkan pernyataan bahwa menulislah karena untuk menulis. Menulislah karena aku penulis.

Tere Liye memberikan jalan latihan menulis dengan cara menulis 1.000 kata setiap hari selama 180 hari. Puthut EA memberikan latihan menulis dengan rumus 3 (tiga). Tiga bulan pertama untuk menguasai tentang kepenulisan, 3 tahun untuk belajar sampai menjadi mahir. Bagaimana mengalahkan kebosanan dan kebuntuan dalam menulis? Kebosanan dan kebuntuan tidak perlu dikalahkan, hanya jadikanlah mereka menjadi sahabat sampai kebosanan itu sendiri bosan dengan kebosanannya.

Berdasarkan dasar pikiran alami otak manusia ada 2 macam, ada pikiran sadar dan bawah sadar. Saya pikir snagat perlu untuk sering mendengar suara Tere Liye, Phutut EA, Habiburrahman El Shirazy dan para tokoh penulis senior agar secara bawah sadar mereka masuk kedalam pikiran dan menjadi pengisi pondasi pembangun tumpuan kepenulisan di otak kita. Dalam suara para tokoh penulis tersebut terdapat rahasia yang mengandung ilmu kepenulisan yang dimiliki para penulis senior. Dengan mendengar suaranya, kita memasukkan rahasia ilmu kepenulisan tersebut ke dalam diri kita. Semoga dengan cara demikian ilmu dan kepenulisan para tokoh tersebut masuk dan menajdi pembimbing setiap kita menulis.

Tere Liye mengatakan telah menulis ribuan tulisan. Untuk menjadi penulis yang seperti beliau, tentunya tulisan kita perlu mendekati jumlah tulisan karya beliau. Latihan sehari satu tulisan dengan rutin terus-menerus, maka di 22 Februari 2023 insya Allah telah ada 336 tulisan dengan berbagai judul. Jumlah tulisan yang banyak dan prestasi besar untuk saya mampu menulis dengan jumlah sebanyak itu. Bismillah mari menjadikan bosan dan kebuntuan menulis menjadi sahabat hingga kebosan dan kebuntutan menjadi bosan dan buntu dari diri kita.

Bukan seribu buku latihan menulis yang perlu dicari dan dibaca untuk menjadipenulis handal, melainkan seribu tulisan yang ditulislah yang membuat tulisan indah, memikat dan bermanfaat.  

Balikpapan, 22 Februari 2022. Endar Prayudi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ARTIKEL KUNANG-KUNANG MUNGKINKAH MEMELIHARA KUNANG-KUNANG?                 Orang yang baru mulai belajar mengenali kunang akan membuat catatan perbedaan antara kunang jantan dan betina dari spesies P. pyralis . Ukuran tubuh betina kadang-kadang lebih besar dari jantan. Jantan mempunyai lentera lebih besar dari betina. Jantan terbang mencari betina yang biasanya menempel di atas daun, ranting atau batang pohon. Betina memiliki lentera yang jauh lebih kecil dari jantan. Lentera betina akan berkedip jika melihat jantan. Selisih antara kedipan lentera jantan dan direspon oleh betina adalah sekitar 2 detik pada spesies ini. Informasi ini dapat digunakan untuk berburu kunang betina dengan menggunakan kedipan cahaya dari pen light untuk meniru pola kedipan cahaya dari jantan. Kemampuan berburu kunang betina dan menangkap betina kunang jenis P. pyralis menjadikannya ideal untuk mempelajarinya dan meneliti perkawinan, koleksi telur, pemeliharaan larva dan penyelidikan terkait lainnya

PAGE 60 BUS PULAU INDAH JAYA BALIKPAPAN – BANJARMASIN, TEMAN SETIA BAGI PERANTAU DI KALIMANTAN TIMUR

Seorang perantau kerap merasakan perjalanan darat atau udara. Perjalanan dari tempat rantaunya menuju rumah tempat lahir atau tempat orang yang dicintai tinggal, perjalanan menemui keluarga karena ingin melepas rindu. Di tahun 2016 masuk bekerja diterima di Banjarmasin. Sekitar 3 bulan kemudian melaksanakan tugas merantau ke Balikpapan, kurang lebih dua bulan kemudian ditugaskan di Samarinda. Tahun 2020 dipanggil kembali   untuk bertugas di Balikpapan sampai sekarang. Sebagai perantau, perjalanan pulang dari Balikpapan ke Banjarmasin sering dilakukan. Perjalanan dari Balikpapan ke Banjarmasin dapat ditempuh lewat udara selama sekitar 55 menit penerbangan. Sedangkan lewat darat juga dapat ditempuh menggunakan Bus selama 12 jam s.d 15 jam. Saya dahulu sering pulang ke Banjarmasin menggunakan udara dan kembali ke Balikpapan lewat darat. Kini perubahan kondisi, saya lebih sering pulang ke Banjarmasin lewat darat dan kembali ke Balikpapan juga lewat darat. Dari Balikpapan ke Banjarmasin l

Page 69 Perjalanan ke Pontianak dan Pena Seribu Mata Pedang

Suatu hari akhir semester, setelah melewati masa ujian semester aku melakukan perjalanan mengelilingi kalimantan. Perjalanan darat lewat bus dan travel. Mulai Kota Banjarbaru, Gambut, Banjarmasin, Anjir Serapat, Memasuki Kalimantan Tengah, Kuala Kapuas, Pulang Pisau, Jabirin, Tumbang Nusa, Palangka Raya, Pundu, Sampit, Simpang Babi, Pembuang, Nangabulik,   Panopa, Tanjung Waringin, Betenung,   Naga Tayap, Pangkalan Suka, Sandai,   Randau, Kalam, Balai Berkuak, Ketapang, Sanggau, Sungai Ambawang, Lintang Batang, Kubu Raya Dan diujung perjalanan Kota Pontianak. Aku melakukan perjalanan darat ingin melihat bermacam keadaan kehidupan orang-orang, melihat rupa-rupa bangunan yang bermacam-macam dan melihat hamparan keindahan dan kekuasaan Tuhan di permukaan Bumi, melihat kelok-kelok sungai Kalimantan yang terkenal panjang dan bercabang cabang,   melihat tinggi bukit, hamparan hutan dan hamparan rawa. Dalam perjalanan melintasi kota-kota, kabupaten-kabupaten dan provinsi, ada satu Hal yang